Manusia?
Manusia diciptakan begitu kompleks, sangat kompleks. Tak ada
sesuatu hal yang lebih kompleks dari manusia, Allah menciptakan manusia sungguh
sempurna. Hanya saja banyak dari kita sebagai manusia lupa bagaimana cara
menjadi manusia seutuhnya.
Kita sebagai manusia justru sering menghadapi manusia lainnya
dengan tidak manusiawi. Disini aku ingin membagi manusia menjadi dua yaitu
fisik dan jiwa/mental. Tidak
hanya fisik yang dapat merasakan sakit, jiwa manusia pun dapat sakit seperti
halnya fisik. Dan kita sebagai makhluk yang bernama manusia sering kali
menyakiti jiwa manusia lainnya. Tahukah kamu, bahwa jiwa manusia jauh lebih
kompleks dari fisik manusia. Jika jiwa manusia sakit sangat memungkinkan untuk
mengarah kepada hal-hal negative yang tentunya berdampak besar pada fisik.
Namun jika menyangkut pada jiwa tak ada yang dapat memastikan hal tersebut, sebuah
trauma kecil di masa lalu dapat menjadikan seseorang ketakutan hingga dewasa.
Dan tidak jarang hal tersebut mengarah kepada penyakit fisik seperti insomnia,
dan lain sebagainya atau bahkan menjadikan orang tersebut mempunyai penyakit
kejiwaan.
Penyakit kejiwaan juga sering dialami dalam jangka panjang, tidak
ada kepastian mengenai kesembuhannya. Terkadang walau sudah dinyatakan sembuh,
penyakit tersebut dapat kembali dan hal kecil yang dapat memicunya kembali.
Sungguh kompleks.
Anak-anak dan remaja rentan mengalami penyakit jiwa, dan tidak
sedikit pula kasus penyababnya terjadi karena trauma saat masa kecil. Entah
trauma yang dibuat oleh orang tua, keluarga atau orang lain.
Penelitian yang berjudul “The Adverse Childhood Experiences Study”,
mensurvei sekitar 17.500 orang dewasa yang telah mengalami trauma di masa
kecil. Dalam presentasinya, Dr. Burke mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Dr. Vince Felitti dan Dr. Bob Anda, memperlihatkan adanya hubungan yang
erat antara trauma masa kecil dan penyakit saat anak telah dewasa. (Sumber : id.theasianparent.com dengan judul “Riset: trauma masa kecil mempengaruhi kesehatan saat
dewasa!”)
Jika penyebab nya adalah trauma pada masa kecil, gangguan
mental/jiwa itu biasanya sudah mulai timbul pada usia remaja. Dan tidak sedikit
orang tua menganggap kenakalan remaja adalah hal yang wajar, padahal seharusnya
terdapat batasan-batasan tertentu untuk dianggap sebuah hal yang wajar.
Para peneliti dari Harvard Medical School menemukan, separuh
dari kasus gangguan mental dimulai dari usia sangat muda, 14 tahun dan
tigaperempatnya terjadi sejak usia 24 tahun. Karena kemunculannya yang sangat
dini itu, maka terapi dan penanganannya harus dilakukan sejak awal pula. (Sumber : Kompas.com dengan judul “5 Gejala Gangguan Mental pada
Anak dan Remaja”
Direktur Eksekutif National Alliance on Mental Illness (NAMI), Mary
Giliberti, menyatakan, ada 1 dari 5 remaja mengidap kondisi gangguan mental
seperti yang dijelaskan dari name.org, tapi hanya kurang dari
setengahnya yang memutuskan mencari bantuan. Padahal Mental
Illness adalah gangguan jiwa yang cukup berbahaya dan dapat menyebabkan
bunuh diri. (Sumber : Suara.com dengan judul “Mental Illness? Better You Know
and Sharing”)
Kesehatan mental seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain kepribadian,
kondisi fisik, kematangan psikologis, sikap menghadapi problem hidup. Adapun
yang termasuk faktor eksternal antara lain keadaan ekonomi, budaya, kondisi
lingkungan keluarga, kondisi lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan.
(Sumber : Doktersehat.com dengan judul “Kesehatan Mental: Pengaruh Psikis,
Gejala, Diagnosis, & Pengobatan”) Untuk informasi lebih lanjut dapat dibaca
disini.
Segala sesuatu yang kita lakukan didunia ini akan dimintai
pertanggung jawabannya. Lisan kita dapat menyakiti manusia lainnya, jadi
berhati-hatilah terhadap lisan dan sikap. Maka dari itu terdapat hadits yang
mengatakan jika tidak dapat berbicara baik maka lebih baik diam. “Barang siapa
yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau
hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47).
Sungguh tidak berguna mempunyai ilmu yang begitu tinggi namun tidak
dapat bersikap dan bertutur kata dengan baik. Asy Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
rahimahullah pernah berkata: "Aku Lebih Menghargai Orang Yang Beradab
Daripada Orang Yang Berilmu. Kalau Hanya Berilmu, Iblis-pun Lebih Tinggi
Ilmunya Daripada Manusia"
Jika pembunuh manusia dapat dihukum
dan dipidana namun tidak dengan pembunuh jiwa, jadi jangan sampai lisan atau
sikap kita menyakiti atau bahkan membunuh jiwa manusia lainnya. Selamat belajar
bagaimana menjadi manusia seutuhnya dengan berguru pada manusia yang paling
mulia, Rasulullah.
-sitihaniefah-
Jakarta,
September 2019
Comments
Post a Comment