Membentuk Jati Diri


           Mengapa kita perlu membentuk jati diri, karena seseorang yang mencari jati diri akan dengan mudah berubah. Untuk penjelasan lebih lanjut silahkan baca disini.

Pada dasar nya, manusia di lahirkan secara bersih suci tidak mempunyai dosa. Ia tidak bisa memilih di keluarga mana ia dilahirkan. Dan ia tidak bisa memilih agama apa yang di ajarkan oleh orang tua dan keluarga mereka. Mereka hanya selembar putih yang kemudian orang tua, keluarga, dan lingkungan lah yang mencorat-coret di atas lembar putih tersebut. 

Anak laki-laki dan anak perempuan diciptakan berbeda. Berbeda secara fisik begitu pula secara psikologi, untuk penjelasan silahkan tonton disini. Maka dari itu untuk mendidik seorang anak laki-laki tentu akan berbeda dengan mendidik seorang anak perempuan.

Namun bagaimana seorang anak, itu tentu karena orang tua nya. Anak-anak mudah meniru orang lain terutama Ibu yang tentu menjadi ‘sekolah pertama’ bagi anak-anak nya. Seorang wanita pada dasar nya sudah memiliki sifat keibuan, karena wanita memang diciptakan seperti itu. Sedangkan berbeda dengan laki-laki, ia harus belajar bagaimana menjadi ‘seorang ayah’. Oleh karena itu pasangan yang ingin menikah, seharusnya bukan hanya siap secara ekonomi dan 'mental' saja. Tetapi juga harus sudah siap dalam memulai ‘petualangan seumur hidup yang rumit’. Rumit dalam artian ‘sudah siap menerima segala masalah dan benar-benar akan ikhlas dengan segala masalah tersebut’. Tidak menyesali keputusannya untuk menikah dan ‘membangun cinta’ dalam keluarga kecil nya.

Saat seseorang memutuskan untuk siap menikah, tentu kita mencari teman hidup bukan? Teman hidup adalah seseorang yang sebenarnya ‘orang lain’ yang mendampingi kita 24 jam. Tetapi dalam berteman bukankah kita harus saling menghargai? Sebelum kita menjadi sepasang suami istri, pasangan kita adalah orang lain bagi kita. Mereka adalah anak dari seseorang, saudara kandung/tiri dari beberapa orang dan bagian dari sebuah keluarga. Mereka mempunyai ‘dunia’ mereka sendiri. Dengan kita menjadi pasangan atau teman hidup mereka yang kita akan bertemu 24 jam dan berpetualang mempelajari kehidupan dengan dia, kita harus menghargai dia sebelumnya. Menghargai dunia dia, mencintai dunia dia. Tidak mudah memang, namun dengan begitu kita dapat dengan mudah membangun cinta dan meminimalisir perdebatan yang mungkin akan menimbulkan konflik.

Konflik dalam rumah tangga akan sangat-sangat rumit. Masalah suami-istri seharusnya tidak di campuri oleh orang lain dan tidak ‘bocor keluar rumah’. Jadi, sebisa mungkin seharusnya ditutupi. Jika terdengar orang lain pasti akan memperkeruh keadaan, manusia adalah tempat ketidaksempurnaan karena Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Pada dasar nya manusia butuh bersosialisasi, seperti dalam postingan saya sebelum nya kita butuh dihargai keberadaan nya. Dan Allah memang menciptakan manusia seperti itu. Karena itu dalam agama Islam, menikah itu sunnah yang berarti dianjurkan. Bahkan dapat menjadi wajib. Menikah sangat dianjurkan karena Allah tahu, kita membutuhkan orang lain yang menghargai kita. Yang dapat menjadi ‘alarm’ kita agar kita selalu berbuat baik dan mencapai tujuan hidup kita. Mengani hukum menikah dapat dibaca disini.

Tujuan hidup yang saya maksud adalah impian kita, tetapi bukan impian untuk menjadi profesi tertentu. Impian yang saya maksud adalah gambaran hidup ingin jadi apa kita kelak saat sudah dewasa, saat sudah berkeluarga, dan bagaimana cara menghabiskan hari tua. Tetapi tidak banyak orang-orang yang memikirkan hingga jauh seperti itu. Padahal ini sangat penting, agar kita dapat menyesuaikan profesi yang kita pilih dan dapat membina keluarga kecil kita dengan baik.

Keluarga kecil sangat lah penting, karena karakter seorang anak akan terbentuk melalui pembentukkan dan penggabungan karakter Ayah dan Ibu mereka. Juga melalui ‘ke-kompak-kan’ bagaimana sang Ayah dan sang Ibu membentuk karakter anak itu sendiri. Setiap anak yang dilahirkan selain suci dan tidak tahu apa-apa, mereka juga cerdas. Allah menciptakan mereka mudah memahami apa yang orang tua, keluarga dan bahkan lingkungannya contohkan mereka akan mudah ‘menangkap’ hal tersebut. Mereka mudah mencontoh, meniru, dan sebagainya. Maka dari itu awal ia memasuki ‘dunia baru’ atau saat ia mulai sudah memahami dengan baik, ia harus dengan tegas diajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi dengan versi orang tua ya, kita tidak boleh lupa bahwa kita adalah Ayah/Ibu dari mereka yang jika kita marah dengan kasar ia juga bisa mencontoh hal-hal tersebut.

Pada dasar nya setiap anak cerdas, ia dapat mencontoh atau meniru segala hal baik itu positif maupun negatif. Agar dia dapat membedakan hal tersebut, orang tua lah yang harus tegas dan memberi tahu nya. Tetapi jika kita memberi tahu coba lah untuk memberi alasan yang tepat sesuai kadar pemahaman dia. Karena anak-anak mempunyai rasa penasaran yang amat tinggi, mungkin anda akan lelah untuk menjawab segala pertanyaan yang bahkan sepele. Tetapi anda tidak boleh lelah dan memberi jawaban ambigu, disini tantangan nya. Anda harus kompak dengan pasangan anda agar anak-anak pun tidak menyulitkan anda. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang akan anak anda lontarkan yang bahkan menurut anda pertanyaan itu tidak masuk akal dan bingung menjawab nya. Tapi anda harus menjawab nya dan jawaban tersebut harus sama dan seimbang antara ayah dan ibu.

Seperti jika anak anda bertanya tentang siapa Tuhan, mengapa kita butuh Tuhan dan lain sebagainya. Pasti anda bingung sekali bagaimana cara menjawabnya. Tapi anda harus menjawab dengan pasti pertanyaan tersebut sesuai dengan pencapaian pemahaman anak anda. Selain anda harus menjawab dengan pasti, jangan menjelekkan suatu agama tertentu. Saya seorang muslim tetapi saya yakin jika semua agama tidak mengajarkan untuk saling membenci dan saling menyakiti. Karena di dalam Al-Qur’an (kitab ummat muslim beragama Islam) surat Al-Kafirun dikatakan, yang artinya :
1.     Katakanlah: Hai orang-orang kafir
2.     Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah
3.     Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah
4.     Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah
5.     Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah
6.     Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku
Penjelasan Surat Al-Kafirun diatas sebenarnya menggambarkan tentang kita harus menghargai orang lain walaupun mereka bukan Muslim (penganut Islam). Untuk lebih paham dalam pemahaman ini saya sertakan link video yang akan menjelaskan hal tersebut, silahkan dibuka agar lebih paham.

Setelah menonton video di atas anda akan lebih memahami, sesungguhnya Islam itu indah. Sangat indah, bahkan jauh lebih indah dari apa yang anda bayangkan. Karena Al-Qur’an Allah yang membuat nya. Allah adalah Tuhan yang Maha Esa, Dia adalah Maha Sempurna karena Dia tidak diciptakan. Dia tidak beranak dan tidak pula memiliki anak. Allah juga Maha Mengetahui, bahwa semua manusia memiliki karakter dan pencapaian pemahaman yang berbeda. Semua hukum yang Allah tetapkan telah Allah jelaskan di dalam Al-Qur’an. Tetapi tidak semudah itu kita memahami nya. Jika kita ingin memahami Al-Qur’an lebih dalam, dan ingin memahami cara-cara atau kiat-kiat menghadapi persoalan tentang kehidupan dapat kita tonton disini.

Saya tahu bahwa tidak semua dari kita mempunyai waktu luang, mungkin salah satu pembaca artikel ini adalah seorang kepala keluarga yang sedang berjuang mencari nafkah demi menghidupi keluarga kecilnya. Jika ingin menjadi dan membentuk jati diri yang Allah cintai, kita dapat mencontoh hal-hal tersebut dengan melihat Rasulullah SAW. Beliau adalah manusia biasa yang langsung mendapatkan ‘koneksi’ dengan Allah, tanpa perantara.

Saya tidak mengatakan kita harus menjadi seperti Rasulullah SAW, atau untuk menjadi Khadijah (istri pertama Rasulullah SAW) untuk menikah. Karena Rasulullah SAW memang manusia yang ‘langsung’ Allah pilih untuk ‘membawa’ dan menyebarkan agama Islam. Saya pun tidak memaksa untuk harus terus mempelajari kehidupan Rasulullah SAW, tetapi coba kita pikirkan. Rasulullah SAW adalah seseorang dengan akhlak (etika) yang sangat baik. Rasulullah SAW bahkan tidak marah saat seseorang meninggalkan kotoran di depan rumah beliau. Ini yang harus kita tanamkan kepada anak-anak dan generasi selanjutnya. Islam itu mudah, indah, dan penuh dengan cinta. Karena jika mereka (anak-anak) telah mencintai Islam, mereka dapat membatasi mereka dengan hal-hal yang Allah tidak sukai. Hal-hal yang membuat Allah marah yang mengakibatkan dirinya terjebak dalam hal itu.

Bentuk lah jati diri anak anda, dengan ikhlas. Dibutuhkan ke-kompakkan dengan pasangan untuk mencapai tujuan itu. Karena jika anda bertengkar dengan pasangan anda, dan tidak sengaja anak anda mendengarnya kemudian anda tidak ‘pura-pura baikkan’ di depan anak anda, anak anda akan menganggap hal itu wajar. Seperti yang saya bilang, anak-anak di ciptakan cerdas. Mereka dapat dengan mudah meniru, dan kita tidak tahu mana yang ‘ter-rekam’ oleh anak kita. Jika suatu hari nanti ia menikah dan bertengkar dengan pasangan (suami/istri) nya ia akan menganggap hal itu wajar, karena kita sebagai orang tua pernah melakukan hal tersebut dan kita tidak berbuat apa-apa. Dan jika anak kita tidak menghargai pasangan nya, bahkan merendah kan pasangan nya. Kita sebagai orang tua bersalah.

Jadi untuk menikah, tidak se-sederhana karena kita menyukai dia sebagai pasangan lalu kita menikah dengannya karena merasa siap dalam hal ekonomi maupun mental. Padahal dengan kita menikah kita akan mencetak generasi penerus bangsa dan agama. Carilah seseorang yang memiliki visi dan misi mendidik anak dengan cara yang tepat, yang siap menjadi Ayah/Ibu. Seseorang yang siap menemani ‘petualangan seumur hidup yang rumit’, karena menikah seumur hidup. Tidak ada orang yang ingin mengalami pertikaian dan konflik yang berujung pada perceraian bukan? Kita akan bertemu dengan pasangan kita selama 24 jam dalam 7 hari, yang artinya selama kita hidup sampai mati. Jika ingin rumah tangga kita harmonis dan bahagia, terus membangun cinta dan ikhlas menjalani petualangan tersebut. Jangan sampai kita mencetak generasi yang justru menjadi perusak. Karena kita sebagai orang tua bertanggung jawab atas segala sesuatu yang anak-anak lakukan. Semoga kita dan keluarga selalu dalam lindungan Allah swt. Aamin





-sitihaniefah-
Jakarta, Agustus 2018

Comments

Popular Posts