The Eyes
Kau biarkan dia membaca matamu
dan berbicara dalam keheningan, menjelaskan segala hal yang tidak bisa kau
jelaskan. Mengungkapkan segala kekecewaan yang selama ini kau pendam.
Melampiaskan segala kesedihan yang tidak bisa kau tangisi.
Dan dia menatapmu, gestur
tubuhnya menandakan bahwa penjelasanmu telah tersampaikan. Tanpa banyak tanya
ia berkata “Tidak apa, kau dapat melewati semuanya dan kau akan baik-baik saja.
Setidaknya ingatlah selalu, aku selalu disini di tempat yang sama. Menunggumu
datang untuk mengadu, kau punya tempat untuk kembali.”
Kemudian tatapannya yang teduh
menatapmu untuk meyakinkanmu bahwa kau tidak sendiri. Sambil tersenyum dengan
lembut ia berkata “Tidak apa jika ingin menangis, menangislah.” Sesaat kemudian
bendungan kesedihan yang sudah lama kau tahan pecah begitu saja. Tanpa kata,
kau tumpahkan segalanya. Dia dengan lembut memelukmu, tanpa meminta penjelasan.
Berusaha memberikan kekuatan untuk dirimu sambil terus berkata “Kau tak apa,
kau akan baik-baik saja.”
Kau terus terisak, membiarkan
air itu mengalir deras sambil berharap segala kekhawatiran dan ketakutanmu
terbawa oleh air matamu. Kau biarkan dia memelukmu, dan kau rasakan kekuatan
yang dia berikan kepadamu. Kau biarkan waktu dan air mata membawa pergi
segalanya.
Sesaat kau rasa sudah cukup
bagimu untuk melampiaskan segalanya, kau lepaskan pelukan itu. Dan kau
memberikan isyarat bahwa kau baik-baik saja. Kemudian dia melihat matamu lagi
dan memastikan bahwa kau benar-benar sudah baik-baik saja. Dia memegang bahumu
dan sekali lagi berkata, “Kau punya tempat untuk mengadu dan kau punya tempat
untuk kembali. Aku takkan menahanmu untuk pergi, tapi tolong jangan pergi
terlalu jauh.” Dia menatap menunggu jawabmu. Kau mengangguk pelan.
Bagimu dia seperti pohon yang
mengakar kuat ditempat yang sama, untuk menjadi tempat berteduh. Dia merawat
sayapmu dan memastikan agar kau dapat terbang kembali. Dia yang sabar menunggumu untuk bercerita tentang apa yang kau temukan disana. Dia selalu menatapmu
dengan teduh sambil tersenyum hangat. Dia menjadi sumber energi mu, karena dia
separuh sayapmu. Dia bagai rumah, tempatmu untuk kembali pulang. Dan tidak
hanya sekedar itu, dia segalanya karena dia adalah duniamu.
-sitihaniefah-
Bali,
November 2018
Comments
Post a Comment